Mengenggam
Sudah hampir seminggu jemari kita tak saling bertemu. Tidak benar-benar bertemu, pastinya. Sungguh, aku sangat merindukan malam-malam yang mampu menghangatkan meski hanya dari perkataan konyol yang kita lontarkan. Atau mungkin, seiring berjalannya waktu aku menyadari. Tidak akan pernah ada kita. Hanya ada aku dan kamu. Tidak ada bercanda bersama. Mungkin, hanya aku yang berupaya mencairkan suasana. Tidak ada sedikitpun yang menarik di mata kamu. Padahal di mataku, setiap detil dari kamu adalah kristal biru.
Aku tau ini tidak pernah akan berjalan dengan baik. Makin lama berada bersama kamu, makin banyak hal berubah menjadi semu. Oleh karena itu, aku berupaya sekuat mungkin membuang kamu jauh-jauh. Mungkin agak terlihat tidak dewasa menggunakan kata "membuang kamu jauh-jauh". Padahal kamu tidak sedikitpun melakukan sesuatu, yang salah. Yang patut disalahkan adalah, tentulah diri ini sendiri. Kenapa harus dipertahankan jika memang lebih baik melepaskan? Sayang. Andai melepas kamu semudah melepas karbondioksida dari dalam tubuh, mungkin akan terlihat lebih baik jika begitu.
Aku tau, aku menggenggam kamu terlalu erat. Dengan perasaan yang makin menjerat. Juga harapan yang terlanjur pekat. Lalu, kamu ingin pergi. Karena memang bukan sepantasnya kamu di sini. Tapi, hati terlanjur tidak bisa lari. Sekuat tenaga aku mengubur semuanya. Padahal, semua itu tidak ada. Semua itu tidak akan pernah ada. Karena semua itu, hanya aku yang membuatnya ada. Bukan kita.
Comments
Post a Comment